Saturday, April 19, 2014

Proses Penerjemahan


Proses penerjemahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang penerjemah pada saat dia mengalihkan amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran (Nababan,2003: 24). Proses penerjemahan merupakan langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh penerjemah untuk menghasilkan produk terjemahan. Proses ini bersifat siklis yaitu apabila seorang penerjemah mengalami hambatan atau kesulitan dalam menerjemahkan maka dia bisa kembali ke langkah sebelumnya untuk memecahkan masalah tersebut. Nida dan Taber (1982: 33) berpendapat bahwa proses penerjemahan dibagi menjadi tiga tahap yaitu analisis (analysis), pengalihan (transfer), dan penyusunan kembali (restructuring). Hal ini digambarkan pada bagan berikut ini:


 








Gambar 2.1  Proses Penerjemahan dari Nida dan Taber(1982: 33)
      1.       Tahap Analisis (Analysis)
            Di dalam  tahapan ini penerjemah dituntut untuk memahami isi, pesan atau makna teks Bsu yang akan diterjemahkan secara utuh dan benar dengan cara membaca berulang-ulang dan mendetil untuk mendapat ide atau pesan dari teks sumber tersebut. Pemahaman penerjemah tentang bahasa sumber sangat penting di dalam proses ini, hal ini meliputi aspek linguistik maupun ekstralinguistik. Masalah linguistik berkaitan dengan morfologi, sintaktik, dan samantik, sementara masalah ekstralinguistik berkaitan dengan sosio budaya yang melekat pada Bsu. Penerjemah juga harus menguasai bidang keilmuan dari teks sumber yang akan diterjemahkan. Di dalam menganalisis teks Bsu, masalah yang paling rumit dalam penerjemahan adalah perbedaan budaya. Menurut Baker (1992: 21) perbedaan budaya itu sendiri disebabkan oleh perbedaan geografis, kepercayaan, adat istiadat, wawasan, jenis makanan dan kemampuan teknologi masing-masing Negara.
      2.      Pengalihan (Transfer)
Pada tahap ini, penerjemah harus mampu mengalihkan isi pesan dari bahasa sumber ke dalam Bahasa sasaran. Proses ini berlangsung di dalam otak penerjemah dan untuk menemukan padanan yang tepat maka penerjemah harus benar-benar berusaha menemukan padanan kata yang tepat sehingga hasil terjemahan baik.  Menurut Frawley (1992: 43) padanan (kesepadanan) yang dicari dalam penerjemahan ini menyangkut kesepadanan semantik maupun stilistik. Pendapat senada dikemukakan oleh Bell (1997: 7) bahwa pengalihan pesan dalam penerjemahan ditekankan pada kesepadanan nilai-nilai meliputi suasana, nuansa keindahan maupun struktur batin suatu pesan.
      3.       Penyusunan Kembali (Restructuring)
Setelah padanan kata ditemukan maka penerjemah harus menyusun kembali hasil terjemahannya ke dalam bahasa sasaran yang baik, tidak kaku, dan berterima (Nida, 1969: 12). Penerjemah harus mampu menghasilkan terjemahan dengan nuansa yang sama seperti karangan asli, sehingga pembaca tidak merasa bahwa yang dibacanya itu adalah hasil terjemahan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan Bsa nya sudah wajar, tepat dan benar serta mudah dipahami oleh kelompok pembaca atau pengguna hasil terjemahan.

No comments:

Post a Comment