Saturday, April 19, 2014

Penilaian Kualitas Terjemahan

            Nababan (2003: 86) mengatakan bahwa penilaian terhadap mutu terjemahan terfokus pada tiga hal pokok, yaitu: (1)ketepatan pengalihan pesan, (2)ketepatan pengungkapan pesan dalam bahasa sasaran, dan (3)kealamiahan bahasa terjemahan. Nababan menambahkan, suatu terjemahan yang berkualitas mensyaratkan terpenuhinya tiga hal yang menjadi ukurannya meliputi keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability), dan keterbacaan (readability). 
            1)      Keakuratan (accuracy)
Keakuratan merupakan suatu istilah yang digunakan dalam pengevaluasian terjemahan untuk merujuk pada apakah teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran sudah sepadan atau belum (Nababan, 2010). Konsep kesepadanan mengarah pada kesamaan isi atau pesan antar keduanya.  Dari pernyataan di atas bisa disimpulkan bahwa keakuratan suatu terjemahan berhubungan dengan ketepatan pengalihan pesan atau makna asli yang terkandung di dalam teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran. Machali (2000:110) menambahkah dari segi ketepatan pemadanan kata dapat dilihat dari aspek linguistik, semantik dan pragmatik. Keakuratan tidak hanya dilihat dari ketepatan pemilihan kata tetapi juga ketepatan gramatikal, kesepadanan makna dan pragmatik. 
2) Keberterimaan (acceptability)
Nababan (2010) mengatakan bahwa istilah keberterimaan merujuk pada apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran ataukah belum, baik pada tataran mikro maupun pada tataran makro. Keberterimaan teks terjemahan berkaitan dengan kesesuaian gramatika bahasa sasaran dan sikap pembaca terhadap teks terjemahan. Kalau dalam keakuratan berfokus pada ketepatan penyampaian pesan, keberterimaan lebih terkait dengan kewajaran. Kewajaran berkaitan erat dengan norma budaya bahasa sasaran, sehingga sangat mungkin apabila teks terjemahan bahasa Indonesia bisa berterima di masyarakat Jawa tetapi tidak bisa diterima di masyarakat Papua. Terjemahan yang banyak menggunakan istilah-istilah atau kata-kata yang lazim dibaca atau didengar oleh pembaca atau pemirsa dengan mempertimbangkan unsur-unsur budaya yang ada di dalam teks bahasa sasaran akan menjadikan terjemahan tersebut berterima. 
3)      Keterbacaan (Readability)
Sakri (dalam Nababan,2010) menyatakan bahwa keterbacaan atau di dalam bahasa Inggris disebutkan readability, merujuk pada derajat kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya. Pembaca berperan sebagai subyek yang menilai apakah suatu tulisan masuk kategori mudah terbaca atau tidak. Tingkat keterbacaan suatu teks ditentukan oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh Richard et al (dalam Nababan,2003) yang meliputi: (1)panjang rata-rata kalimat, (2)jumlah kata baru, dan (3)kompleksitas bahasa yang digunakan. Lebih jauh, Nababan (2003) menambahkan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat keterbacaan suatu produk terjemahan mencakup: (1)penggunaan kata/kalimat asing dan daerah, (2)penggunaan kata/kalimat ambigu, (3)penggunaan kalimat yang tidak lengkap, (4)panjang rata-rata kalimat, (5)penggunaan kalimat-kalimat kompleks, dan (6)alur pikiran yang tidak runtut dan tidak logis. Selain faktor yang bersifat kebahasaan di atas, faktor kemampuan membaca dan memahami, serta pengalaman pembaca sangat berpengaruh dalam menentukan keterbacaan suatu teks.

No comments:

Post a Comment