Proses penerjemahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang
penerjemah pada saat dia mengalihkan amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa
sasaran (Nababan,2003:
24). Proses penerjemahan merupakan
langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh penerjemah untuk
menghasilkan produk terjemahan. Proses ini bersifat siklis yaitu apabila
seorang penerjemah mengalami hambatan atau kesulitan dalam menerjemahkan maka
dia bisa kembali ke langkah sebelumnya untuk memecahkan masalah tersebut. Nida
dan Taber (1982: 33) berpendapat
bahwa proses penerjemahan dibagi menjadi tiga tahap yaitu analisis (analysis), pengalihan (transfer), dan penyusunan kembali (restructuring). Hal ini
digambarkan pada bagan berikut ini:
![]() |
Gambar 2.1 Proses Penerjemahan dari Nida dan Taber(1982: 33)
1.
Tahap Analisis (Analysis)
Di dalam tahapan ini penerjemah dituntut untuk memahami
isi, pesan atau makna teks Bsu yang akan diterjemahkan secara utuh dan benar dengan cara
membaca berulang-ulang
dan mendetil untuk mendapat ide atau pesan dari teks sumber tersebut. Pemahaman
penerjemah tentang bahasa sumber sangat penting di dalam proses ini, hal ini
meliputi aspek linguistik
maupun ekstralinguistik. Masalah linguistik berkaitan dengan morfologi,
sintaktik, dan samantik, sementara masalah
ekstralinguistik berkaitan dengan sosio budaya yang melekat pada Bsu. Penerjemah
juga harus menguasai bidang keilmuan dari teks sumber yang akan diterjemahkan. Di
dalam menganalisis teks Bsu, masalah yang paling rumit dalam penerjemahan
adalah perbedaan budaya. Menurut Baker (1992: 21) perbedaan budaya itu sendiri
disebabkan oleh perbedaan geografis, kepercayaan, adat istiadat, wawasan, jenis
makanan dan kemampuan teknologi masing-masing Negara.
2.
Pengalihan (Transfer)
Pada tahap ini, penerjemah harus mampu
mengalihkan isi pesan dari bahasa sumber ke dalam Bahasa sasaran. Proses ini
berlangsung di dalam otak penerjemah dan untuk menemukan padanan yang tepat
maka penerjemah harus benar-benar berusaha menemukan padanan kata yang tepat
sehingga hasil terjemahan baik. Menurut
Frawley (1992: 43) padanan (kesepadanan) yang dicari dalam penerjemahan ini
menyangkut kesepadanan semantik maupun stilistik. Pendapat senada dikemukakan
oleh Bell (1997: 7) bahwa pengalihan pesan dalam penerjemahan ditekankan pada
kesepadanan nilai-nilai meliputi suasana, nuansa keindahan maupun struktur
batin suatu pesan.
3.
Penyusunan Kembali (Restructuring)
Setelah padanan kata ditemukan maka
penerjemah harus menyusun kembali hasil terjemahannya ke dalam bahasa sasaran
yang baik, tidak kaku, dan berterima (Nida, 1969: 12). Penerjemah harus mampu menghasilkan
terjemahan dengan nuansa yang sama seperti karangan asli, sehingga pembaca
tidak merasa bahwa yang dibacanya itu adalah hasil terjemahan. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan Bsa nya sudah wajar, tepat dan benar serta mudah
dipahami oleh kelompok pembaca atau pengguna hasil terjemahan.
No comments:
Post a Comment